Sejarah Perkembangan 4G di Indonesia

Internet merupakan suatu kebutuhan hidup bagi masyarakat pada masa ini, tak ayal. Semua orang dari dewasa sampai anak anak sangat bergantung pada teknologi yang bisa mengakses dunia ini. Sebelumnya internet sudah mempunyai jaringan 3G dan H+ dan pada tahun ini dan sebelumnya masyarakat sudah menikmati akses ngebut lewat jaringan 4G LTE.

 

Namun, tahukah kamu sejarah perkembangan jaringan 4G LTE di Indonesia? Yuk kita simak bersama dibawah ini..

Jaringan 4G LTE telah menjadi suati tren utama pembangunan industri telekomunikasi global dalam waktu mendatang. Namun, penyebaran 4G masih terbentur atas dilema roadmap dan biaya investasi. Sementara itu dalam laporan sebelumnya proses tahap pengembangan jaringan 4G di Indonesia. Setelah rampung di berbagai kota, penyelesaian akhir refarming 4G di frekuensi 1.800 Mhz rampung di Jakarta pada 16 November 2015.

Pada 23 November 2015, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), telah menggelar acara syukuran selesainya refarming pita frekuensi 1.800 MHz tersebut. Refarming merupakan salah satu upaya Kominfo sebagai regulator untuk menata industri telekomunikasi di Indonesia agar lebih efisien. Dengan demikian, konsumen dapat menikmati hasil layanan telekomunikasi yang lebih baik.

Pasca tuntasnya refarming di frekuensi 1.800 MHz, Kominfo akan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) terkait 4G di frekuensi 2.100 MHz pada Desember 2015. Waktu itu, dari 12 blok di frekuensi 2.100 MHz, tersisa dua blok (blok 11 dan 12) yang ditinggalkan operator Axis. Setelah Axis diakuisisi XL tahun lalu, dua blok tersebut dikembalikan ke pemerintah dan akan dilelang kembali.

Di frekuensi 2.100 MHz, terdapat alokasi 60 MHz yang terbagi dalam 12 blok. Setiap blok ini memiliki spektrum sebesar 5 MHz. Dua blok dihuni oleh Tri (10 MHz), Telkomsel tiga blok (15 MHz), Indosat dua blok (10 MHz), dan XL dua blok (10 MHz). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) beserta beberapa operator besar seperti XL, Hutchison 3, Indosat, serta Telkomsel sepakat refarming untuk menggelar 4G di frekuensi 1.800 MHz.

 

Cikal bakalnya, sebelum memakai frekuensi 1.800 MHz untuk 4G, pemerintah mendukung diluncurkannya layanan 4G oleh beberapa operator, walau masih menggunakan frekuensi 900 MHz. Kecepatan akses internet 4G dengan 900 MHz dianggap belum terlalu mumpuni karena spektrum tersebut menggunakan alokasi 5 MHz. Tata ulang frekuensi 1.800 MHz dilakukan agar blok kanal beberapa operator itu tertata rapi atau berdampingan, baru kemudian teknologi jaringan generasi keempat tersebut digelar. Lebar pita frekuensi 900 MHz akan dikembalikan sepenuhnya untuk layanan 2G.

Untuk tata ulang di frekuensi 1.800 MHz, pemerintah juga telah menetapkan awal 4 Mei untuk wilayah Maluku dan Maluku Utara. Di mana daerah tersebut merupakan area pertama untuk tata ulang frekuensi 1.800 MHz. Kemudian berikutnya menyusul daerah Papua, Kalimantan Timur, hingga Bali, Jawa, serta Sumatera Bagian Selatan.

Saat itu, terdapat 42 klaster yang dibagi untuk daerah-daerah di Indonesia. Pada Oktober 2015, dari 42 klaster, pencapaian penataan frekuensi telah rampung sebanyak 35 klaster atau 85 persen. Mengejar target tepat waktu selesainya refarming di 1.800 MHz, operator bekerja keras bersama dengan Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI).